Oleh :
Yulius Dwi
Cahyono
Artikel ini dimuat dalam Jurnal "Historia Viate Seri Pengetahuan dan Pengajaran Sejarah"
Volume 28, No. 1, April 2014
Penerbit : Program Studi Pendidikan Sejarah USD Yogyakarta
Abstract
This articel discussed learning strategies
controversial history for High School. It conluded in learning controversal
history, especially events of 1965, first, that
teachers need to pay attention on selection of learning strategies and
methods. Second, teachers
should use a variety of relevant sources of learning beyond textbooks, because
it not enough to help students in developing critical thinking. Third , teachers should use learning media to support and facilitate
students' understanding of the material and help students to think critically.
This relates to the difference of student learning styles (visual , audio ,
kinesthetic), with representation from each student's learning style will help
students in developing critical thinking skills. Fourth, the value of education
need to be delivered from the "Events of 1965
" to foster students' sensitivity to social care , humanity , justice ,
and in being honest , as a basic foundation to build a healthy nation.
Sensitivity of these students can be stimulated or constructed by observing and
critiquing film about the events of 1965.
Kata kunci : Strategi, Pembelajaran, Sejarah,
Peristiwa 1965, SMA
A.
Pendahuluan
Berangkat dari
realita dalam dunia pendidikan kita hingga saat ini, bahwa menumbuhkembangkan
berpikir kritis dan analitis, serta pendidikan nilai dalam pembelajaran sejarah
di SMA masih perlu untuk terus ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan peraturan
Mendiknas No.22 tahun 2006, mengenai tujuan mata pelajaran sejarah di SMA. Salah
satu butirnya berbunyi : “melatih daya kritis peserta didik untuk memahami
fakta sejarah secara benar...” (Aman, 2011:58). Terlebih untuk beberapa materi
sejarah kontroversial, yang begitu sensitif dan sarat akan kepentingan politik.
Salah satu contoh materi tersebut adalah “Peristiwa 1965”. Ketika Orde Baru
runtuh bermuculan gugatan masyarakat terhadap sejarah versi pemerintah.
Buku-buku baru bermunculan mengupas tentang peristiwa tersebut. Sejarah pun
menjadi polemik. Banyak pakar dan ahli sejarah membahas dan menganalisis peristiwa
tersebut hingga saat ini. Kendati demikian peristiwa tersebut belum terungkap
dengan jelas kebenaranya, hal ini dapat di lihat dari munculnya beberapa versi
dan sudut pandang yang berbeda-beda atas peristiwa tersebut.
Dalam situasi
kekaburan peristiwa sejarah ini buku paket sebagai sumber belajar siswa tidak lagi
cukup untuk dapat membantu siswa dalam mengkritisi dan menganalisis peristiwa
tersebut. Peristiwa 1965 ini merupakan sebuah materi yang cukup berat untuk
siswa SMA, sehingga dalam memahaminya perlu sikap kritis dan membangun
kemampuan menganalisis peristiwa. Proses untuk mengkritisi dan menganalisis
peristiwa tersebut menjadi terhambat ketika siswa dan guru hanya berpegang pada
sumber belajar berupa buku paket. Kurang atau bahkan tidak digunakannya sumber
lain sebagai pembanding menyebabkan kebuntuan berpikir dalam membangkitkan
kekritisan siswa terhadap peristiwa tersebut. Berpikir kritis menjadi sangat
penting dalam belajar sejarah karena inilah yang sebenarnya menuntun siswa
untuk memahami makna sejarah.
Peristiwa ini juga
syarat akan nilai-nilai kemanusiaan yang perlu untuk disampaikan kepada siswa
secara tepat, dengan harapan siswa dapat
memahami dan belajar dari nilai-nilai peristiwa masa lampau. Situasi atau
keadaan semacam ini perlu diperhatikan oleh guru, agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu guru harus tepat
dalam memilih strategi dan metode pembelajaran untuk materi “Peristiwa 1965”. Seperti apa hendaknya strategi dan metode yang
tepat untuk menyampaikan materi “Peristiwa 1965” inilah yang akan menjadi fokus
pembahasan dalam makalah ini.
B.
Pengertian
Strategi Pembelajaran dan Istilah yang Terkait (Model, Pendekatan, Metode,
Teknik dan Taktik)
Sebelum masuk
dalam pemilihan strategi pembelajaran, penting untuk disampaikan secara garis
besar mengenai pengertian strategi pembelajaran dan beberapa istilah yang
terkait dengan strategi pembelajaran, yaitu pendekatan, metode, teknik dan
taktik. Dalam makalah ini penulis melakukan
pembatasan pada jenis pendekatan, strategi, metode, dan teknik yang penulis
pandang sesuai dengan karekterisitik materi “Peristiwa 1965”.
1.
Strategi
Pembelajaran
Strategi menurut
Kemp adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada
dengan pendapat Kemp, Dick dan Carey menyebutkan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu perangkat meteri dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara
bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik (Rusman,
2013:132). Dalam mengimplementasikan suatu strategi diperlukan suatu metode. Dalam
satu strategi pembelajaran dapat menggunakan satu atau beberapa metode.
Strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjukkan pada sebuah perencanaan
untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang digunakan untuk
melaksanakan strategi.
Dari pengertian
stratetgi pembelajaran di atas terdapat dua hal yang perlu untuk dicermati
bahwa Pertama, stragtegi pembelajaran
merupakan rencana tindakan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai
sumber daya dalam pembelajaran. Pernyataan ini berarti bahwa penyusunan suatu
strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada
tindakan (masih dalam taraf konseptual). Kedua,
strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh karena itu, penyusunan
langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar
semuanya diarahkan dalam pencapaian tujuan.
Guru sebelum
menentukan strategi, perlu merumuskan tujuan yang jelas dan dapat diukur
keberhasilannya. Berikut ini bebarapa unsur penting berkaitan dengan penentuan
strategi pembelajaran yang akan dipilih oleh guru :
1. Menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran, yakni perubahan profil
perilaku dan pribadi peserta didik;
2. Mempertimbangkan
dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif;
3. Mempertimbangkan
dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode, dan teknik pembelajaran;
4. Menetapkan
norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku
keberhasilan (Abdul Majid, 2013:10)
Dari penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa suatu strategi pembelajaran yang diterapkan oleh
guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana
menjalankan strategi itu dapat ditetapkan melalui berbagai metode pembelajaran.
Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran, guru dapat menentukan teknik yang
dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru
memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan guru yang
lain (Abdul Majid, 2013:25).
Strategi
pembelajaran dikalsifikasikan menjadi lima, yaitu: strategi pembelajaran langsung
(direct instruction/ekspositori), tak
langsung (indirect instruction/inkuiri),
interaktif, empirik, dan mandiri. Dari kelima klasifikasi tersebut, strategi
pembelajaran tidak langsung (indirect
instruction/inkuiri) yang akan menjadi fokus pembahasan. Strategi ini
dipilih atas pertimbangan bahwa strategi ini memiliki kesesuaian dengan karakteristik
materi “Peristiwa 1965”.
Strategi
pembelajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan siswa yang
tinggi dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran inferensi
berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis. Dalam pembelajaran tidak
langsung, peran guru beralih dari penceramah menjadi fasilitator, pendukung,
dan sumber personal. Guru merencana lingkungan belajar, memberikan kesempatan
siswa untuk terlibat, dan jika memungkinkan memberikan umpan balik kepada siswa
ketika mereka melakukan inkuiri. Strategi pembelajaran tidak langung
mensyaratkan digunakan bahan-bahan cetak, non cetak, dan sumber-sumber manusia.
Secara detail akan dibahas pada sub pokok bahasan berikutnya.
2.
Model
Pembelajaran
Secara umum model
pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut. Jika antara pendekatan,
strategi, metode, teknik, dan bahkan taktik sudah terangkai menjadi satu
kesatuan yang utuh, maka terbentuklah apa yang disebut dengan model
pembelajaran. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran. Untuk lebih mudah memahainya lihat diagaram berikut :
Gambar 1. Hubungan model, pendekatan, strategi, metode, teknik dan
taktik pembelajaran
3.
Pendekatan
Pembelajaran
Pendekatan atau approach dalam dunia pengajaran diartikan
a way of begining somthing (cara
memulai sesuatu). Dengan demikian pendekatan dapat diartikan sebagai “cara
memulai perlajaran”. Pendekatan digambarkan sebagai kerangka umum tentang
skenario yang digunakan guru untuk membelajarkan siswa dalam kerangka mencapai
suatu tujuan pembelajaran. Pendekatan juga dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah tersebut
menunjukan pada pandangan terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum.
Menurut Philip R.
Wallace pendekatan dibedakan menjadi dua. Pertama,
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher
centered approach). Pendekatan ini memandang bahwa proses pembelajaran yang
dilakukan sebagaimana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswa, sedangkan
siswa lebih banyak sebagai penerima. Kedua,
pendekatan yang berpusat kepada siswa (student
centered approach). Pendekatan ini merupakan pendekatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengembangkan strategi dan
keterampilan belajarnya sendiri. Dalam materi “Peristiwa 1965” pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan yang berpusat kepada siswa.
4.
Metode
Pembelajaran
Seperti disampaikan
pada bagian sebelumnya bahwa metode adalah cara untuk melaksanakan strategi.
Metode digunakan oleh guru dengan tujuan untuk mengkreasi lingkungan belajar
dan mengkhususkan aktivitas dimana guru dan siswa terlibat selama proses
pembelajaran berlangsung. Pada umumnya metode digunakan melalui salah satu
strategi, tetapi tidak menutup kemungkinan beberapa metode dalam strategi yang
bervariasi. Hal ini mengandung arti bahwa penetapan metode dapat divariasikan
melelui strategi yang berbeda tergantung pada tujuan yang akan dicapai dan
konten proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.
Gambar 2. Hubungan antara strategi
dan metode pembelajaran
5.
Teknik
Pembelajaran
Metode dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa teknik pembelajaran adalah cara yang
dilakukan oleh guru dalam mengimplementasikan metode secara spesifik. Sebagai
ilustarinya dapat dicontohkan dalam kasus penggunaan metode diskusi dalam kelas
yang siswanya aktif dan kelas yang siswanya tergolong pasif akan digunakan
teknik yang berebeda, walaupun metode yang digunakan sama.
6. Taktik Pembelajaran
Taktik pembelajaran
merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan atau mengimplemtasikan metode atau
teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Sebagai ilustrasi dapat
diambil contoh terdapat dua orang yang sama-sama menggunakan metode ceramah
akan menjadi sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya
yang satu cenderung banyak diselingi humor karena ia memang memiliki sense of humor yang tinggi.
Sedangkan yang satunya
lagi kurang memiliki sense of humor,
tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang
menguasai bidang tersebut. Dilihat dari gaya pembelajarnya akan terlihat
kekhasan dan keunikan dari masing-masing guru. Teknik dari masing-masing guru
akan melekat dalam diri guru dan menjadi sesuatu yang tidak dapat ditiru oleh
orang lain. Hal ini karena sesuai dengan kemampuan, pegalaman, dan tipe
kepribadian dari guru yang bersangkutan. Sehingga dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa taktik pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni.
C.
Memilih
Strategi Pembelajaran
Guru dalam menentukan strategi pembelajaran berpangkal
pertama pada tujuan dari pembelajaran yang ingin dicapai. Penentuan tujuan ini
sangat penting dan berkaitan dengan langkah berikutnya untuk menentukan
pendekatan, metode, teknik yang digunakan, sebelum guru memilih atau menetukan
strategi apa yang akan diterapkan atau digunakan dalam proses pembelajaran.
Adapun langkah-langkah untuk menetukan strategi yang digunakan, sebagai berikut
:
a. Mengenali
karakteristik materi pembelajaran yang akan disampaikan
Sebelum menetukan tujuan
pembelajaran guru hendaknya mengenali karakteristik materi pelajaran yang akan
disampaikan kepada siswa. Sebagai ilustrasinya adalah materi “Peristiwa 1965” sendiri. Peristiwa ini
merupakan peristiwa kontroversial, yang menunjukkan adanya
kejanggalan-kejanggalan peristiwa yang bertentangan dan berbeda dengan versi sejarah
yang selama ini disampaikan (selama masa Orde Baru). Berkaitan dengan ini
tentunya siswa perlu dilatih dalam mengkritisi peristiwa tersebut dengan menganalisisnya
dan membandingkan berbagai sumber sejarah yang ada (dapat berupa buku maupun film
dokumenter).
Dari penjelasan di
atas nampak bahwa karakteristik materi “Peristiwa 1965” tersebut adalah materi
yang perlu disikapi secara kritis dan analitis dalam mendapatkan pemahaman atas
peristiwa tersebut. Siswa dalam hal ini menjadi subjek yang berpikir kritis dan
analitis dalam proses pembelajaran. Dengan demikian nampak bahwa siswalah yang
menjadi pusat pembelajaran. Mengapa demikian karena siswa yang mengkonstruksi peristiwa
tersebut dengan bimbingan guru sebagai fasilitator.
b. Menentukan
tujuan pembelajaran
Melalui karakteristik materi pembelajaran dapat
dirumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Karakteristik materi
pembelajaran sangat membantu menentukan arah dan tujuan pembelajaran. Melalui
karakteristik ini akan ditemukan unsur-unsur yang menjadi dasar dari tujuan
pembelajaran.
Dengan karateristik materi “Peristiwa 1965” seperti
telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran ini
adalah membangun sikap kritis dari peserta didik dalam memahami peristiwa 1965,
dengan melakukan coss chek dan
memperbandingkan berbagai sumber dari peristiwa tersebut untuk kemudian menarik
intepretasi dari peristiwa tersebut.
Untuk melihat atau mempermudah dalam memandu dalam
menentukan tujuan pembelajaran sebenarnya dapat dilihat dengan memperhatikan
kompetensi dasar dan indikator dari materi tersebut. Berangkat dari materi ini
peserta didik dilatih untuk berpikir sistematis, logis dan kritis dalam
memahami dan dalam menganalisisnya. Dengan demikian aktifitas pembelajaran
lebih dipusatkan kepada peserta didik atau siswa, sementara guru hanya berperan
sebagai fasilitator.
c. Menentukan
pendekatan pembelajaran
Menentukan pendekatan pembelajaran merupakan hal
pertama yang pertama kali harus dilakukan sebelum menentukan strategi yang akan
diterapkan. Guru harus cermat dalam menentukan apakah pendekatan yang berpusat
pada guru (teacher centered approach)
atau pendekatan yang berpusat kepada siswa (student
centered approach), yang akan diterapkan. Pendekatan. Pertanyaan yang
kemudian muncul dalam benak adalah, kapan waktunya menggunakan pendekatan
berpusat pada guru dan kapan waktunya menggunakan pendekatan berpusat pada
siswa.
Penerapan pendekatan berpusat kepada guru digunakan
ketika siswa berorientasi pada pengembangan kemapuan siswa. Dalam pengertian
untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri siswa untuk berpikir
kritis, mengembangkan kemampuan untuk membangun pemikiran yang sistematis,
logis, membangun hipotesis dan membuktikan hipotesis.
d. Menentukan
metode pembelajaran
Metode merupakan
cara untuk melaksanakan strategi. Metode pembelajaran yang digunakan sepenuhnya
sangat tergantung guru. Hal ini ditentukan berdasarkan pada sumber belajar,
kemampuan guru dan siswa, media pembelajaran, materi pembelajaran, waktu yang
tersedia, kondisi kelas dan lingkungan.
Dalam hal ini
dicontohkan metode diterapkan pada sekolah yang berada di lingkungan kota
dengan jumlah siswa yang cukup ideal (30 anak perkelas) dengan kemampuan
belajar siswa rata-rata mengenah ke atas. Fasilitas penunjang yang cukup
lengkap mulai dari sumber belajar di perpustakan hingga jaringan internet. Mengapa
dilakukan pembatasan pada kondisi yang cukup ideal karena adanya keterbatasan
waktu untuk memberikan contoh dengan kondisi yang berbeda-beda, disamping itu
juga untuk memacu setiap sekolah untuk dapat mencapai kondisi ideal tersebut. Dengan
berpatok pada kondisi di atas maka metode yang digunakan adalah metode ceramah,
diskusi, tanya jawab, video kritik dan e-learning.
e. Mentukan
teknik pembelajaran
Secara teknik
kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, dapat dijabarkan secara garis besar
sebagai berikut :
1. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru
memberikan gambaraan secara umum peristiwa 1965
3. Guru
membagi siswa ke dalam beberapa kelompok diskusi
4. Guru
mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat merangsang siswa menemukan
permasalahan dalam materi yang akan dipelajari siswa.
5. Guru
menyajikan sebuah film dokumenter untuk dikritisi oleh siswa dengan metode
video kritik. Langkah-langkah dari video kritik adalah sebagai berikut :
a) Melakukan
pemilihan film dokumenter yang benar-benar relevan dengan tujuan pembelajaran.
Kualitas resolusi film harus diperhatikan. Kualitas film yang baik akan
meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mencari tahu lebih dalam berikatan
dengan film tersebut. Contoh : Film G30 S/PKI versi Orde Baru, The Act of Killing (karya Joshua Oppenheimer
tentang kesaksian para algojo PKI), 40
Years of Silence, Mass Grave (tentang
pemugaran kuburan massal para korban peristiwa 1965 yang dituduh sebagai PKI di
Wonosobo), Saksi dan Pelaku Sejarah G30S (wawancara dengan saksi dan pelaku
sejarah 1965 yaitu Amelia Yani, Ilham Aidit, Sukitman, Hendro Subroto,
Srimulyono Herlambang, dan Rewang,), Kembalikan Hak Warga Kami (Kesaksian
Francisca Fanggiday seorang wartawan yang terhalang pulang ke Indonesia kurang
lebih selama 40 tahun karena dampak peristiwa 1965). Sebagain besar film ini
dapat diunduh secara gratis di youtube.
b) Sebelum
pemutaran film guru menerangkan kepada siswa untuk mengulas secara kritis film,
yang meliputi: realisme (peranan para aktor), relevansi dengan materi, hal-hal
yang tidak dapat dilupakan (hal-hal yang membekas dalam ingatan), Inti dari
Film, aplikabilitas terhadap kehidupan siswa.
c) Guru
menayangkan film
d) Mengadakan
diskusi dalam kelompok dan membuat suatu “pojok kritikus” mengenai film
tersebut.
6. Guru
memberikan kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi dalam kelompok dengan
memberikan kebebasan dalam pengunaan sumber belajar lain buku (diluar buku
paket) dan sumber internet.
7. Siswa
membuat sebuah kesimpulan dibantu oleh guru
8. Guru
memberikan pengarahan untuk mengakses e-learning
untuk menggunakan sumber belajar yang telah disediakan guru di e-learning. Sebagai pembelajaran mandiri
dan sebagai pengayaan.
9. Guru
memberikan tugas indiviual di e-learning.
f. Menentukan
kriteria dan ukuran keberhasilan
Kriteria
keberhasilan dari proses pembelajaran ini menjadi tolok ukur untuk melihat dan
menentukan keberhasilan dari proses pembelajaran “Peristiwa 1965” adalah
kemapuan siswa menemukan masalah, membangun hipotesis. Dengan kata lain menemukan
kejanggalan-kejanggalan dalam peristiwa 1965 untuk membantu menjawab hipotesis,
menyusun kesimpulan, dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam materi yang
dipelajari.
D.
Implementasi
Pembelajaran Inkuiri
Langkah-langkah
dalam Strategi Pembelajaran Inkuiri (Adisusilo, 2013:104) adalah sebagai
berikut :
1 1. Orientasi
Mengkondisikan peserta didik masuk dalam suasana pengajaran
yang kondusif, dengan merangsang peserta didik untuk berpikir memecahkan
masalah. Beberapa tahapan yang dapat ditempuh dalam orientasi adalah :
a) Menjelaskan
topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dari peserta didik
b) Menjelaskan
pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai
tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap
langkah, dari merumuskan langkah, perumusan masalah hingga merumuskan
kesimpulan.
c) Menjelaskan
pentingnya topik dan kegiatan belajar, hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan motovasi belajar peserta didik.
2 2. Merumuskan
masalah
Pendidik membawa peserta didik untuk merumuskan masalah yang
menantangnya untuk mencari jawaban yang tepat dengan strategi inkuiri. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah :
a) Masalah
sebaiknya dirumuskan oleh peserta didik sendiri sesuai dengan minatnya,
sehingga peserta didik akan lebi didorong untuk mencari jawabnya sesuai dengan
masalah yang diminatnya.
b) Masalah
yang dirumuskan harus mengandung persoalan jawaban yang bersifat sudah pasti
ada, peserta didik dituntut untuk mencari dan menemukan jawaban tersebut.
c) Masalah-masalah
dirumuskan dengan konsep-konsep yang sudah diketahui dan dipahami oleh peserta
didik dengan baik, sehingga tidak akan terjadi kerancuan pemahaman atas
hasil-hasil pencarian dan penemuan jawaban.
3 3. Mengajukan
hipotesis
Pendidik dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan
kemampuan berhipotesis dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang menuntut pembuktian
sebagai jawaban atas hipotesisnya.
4 4. Mengumpulkan
data
Mengumpulkan data adalah aktivitas mengumpulkan informasi
yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis. Dalam pembelajaran Inkuiri, mencari
dan menemukan data sejalan dengan usaha membuktikan hipotesis, sehingga
memerlukan ketekunan, ketelitian, kemampuan berpikir rasional dan motivasi yang
kuat.
5 5. Menguji
hipotesis
Menguji
hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan
permasalahanya.
6 6. Merumuskan
kesimpulan
Kesimpulan adalah rumusan deskriptif hasil temuan berdasarkan
hasil pengujian hipotesis. Kesimpulan adalah puncak dari proses berpikir sejak
perumusan masalah sampai dengan pengujian hipotesis yang rasional dan logis.
E.
Peristiwa
1965 sebagai Pendidikan Nilai
Peristiwa 1965
merupakan materi pembelajaran yang sarat akan nilai sebagai dasar pembentukan
karakter bangsa. Nilai yang perlu diangkat adalah nilai kemanusiaan, kejujuran,
dan keadilan. Peristiwa 1965 telah membawa luka yang sangat dalam bagi keluarga
para pahlawan revolusi dan para korban pasca peristiwa 1965, terlebih bagi
pihak yang dituduh sebagai PKI (para pendukung Soekarno, kaum nasionalis,
mapaun kaum agamis) dalam hal ini termasuk PKI sendiri, yang mendapatkan
perlakuan diluar peri kemanusiaan (dalam batasan Peristiwa 1 Oktober 1965).
Hal ini dapat
dilihat dengan adanya pembantaian masal orang-orang yang dituduh sebagai PKI
maupun dari anggota PKI itu sendiri tanpa proses pengadilan. Para korban
dihujat dan dibantai menggunakan tangan rakyat dan militer. Proses pengucilan
dalam masyarakat yang dirasakan sepanjang hidup oleh keturunan atau yang
dianggap PKI atau eks PKI. Dalam hal ini belum tentu mereka yang dikucilkan
adalah benar-benar keturunan atau anggota PKI dan atau bahkan terlibat dalam
peristiwa 1965.
Pengucilan ini juga
membawa dampak yang panjang mulai dari dampak psikologi, sosial, hingga dalam
hal mendapatkan pekerjaan. Dari pengalaman masa lampau ini dapat diambil nilai
untuk membantu membangun sikap dan cara berpikir siswa agar memiliki kepekaan
dan kesadaran akan pentingnya rasa kemanusiaan, kejujuran dan keadilan. Memiliki
kepekaan sosial terhadap setiap perubahan yang terjadi disekitanya. Disamping
itu juga untuk menanamkan dalam diri siswa bahwa negara harus dibangun atas
dasar perikemanusiaan dan perikeadilan yang beradab, untuk membangun sebuah
pondasi dasar yang kuat sebagai negara yang sehat dalam berpemerintahan,
berpolitik, bermasyarakat, berpikir, bersikap dan bertindak untuk menciptakan
masyarakat yang sejahtera.
Berikut ini beberapa
teknik yang dapat ditempuh untuk menyampikan pendidikan nilai dalam meteri “Peristiwa
1965”:
1. Menggunakan
Film untuk Membangkitkan Ranah Afektif Siswa.
Menurut penulis
film merupakan media yang efektif dalam membantu menumbuhkan kepekaan hati
siswa yang dapat mendorong siswa untuk memiliki sikap perduli, jujur, adil, dan
memanusiakan manusia. Melalui film sesuatu yang abstrak disampaikan dalam
bentuk yang lebih konkret sehingga siswa lebih mudah dalam melakukan proses
konstruksi dalam ruang imajinasi dan hati siswa untuk memahami nilai yang terkandung
di dalamnya.
2. Memilih
atau menyeleksi adegan dari Film yang Sesuai dengan nilai yang Ingin
dikembangkan.
Guru harus jeli
dalam menentukan adegan atau bahkan pernyataan dalam sebuah film untuk
dijadikan perangsang dalam mengembangkan kepekaan siswa terhadap peristiwa
1965, dalam hal ini kepekaan yang dimaksud adalah kepekaan hati. Sebagai
ilustrasi guru ingin membangun nilai kejujuran. Guru dapat menggunakan film
“G30S” versi Orde Baru dan “Saksi dan Pelaku Sejarah 1965” untuk dibandingkan.
Melalui film ini siswa dilatih untuk memunculkan daya kritis untuk melihat
bahwa ada kebohongan sejarah dari versi film “G30S” Orde Baru. Salah satu
contohnya adalah adegan penyiksaan dan penyiletan para Jenderal. Sementara
dalam film“Saksi dan Pelaku Sejarah G30S” disampaikan sebuah kesaksian seorang
wartawan TVRI, Hendro Subroto yang melihat secara langsung pengangkatan para
jenderal dari sumur Lubang Buaya, bahwa tidak ada bagian tubuh dari jenasah para
jenderal yang dimutilasi ataupun disayat-sayat. Luka yang terdapat adalah
sebatas luka tusukan, pukulan dan tembakan.
Berangkat dari
adegan film dan kesaksian para saksi sejarah ini siswa dilatih untuk
mengkritisi bahwa ada penyampaian sejarah yang sengaja disimpangkan dengan
tujuan tertentu. Dengan kata lain terjadi pembohongan publik atas sejarah
peristiwa 1965. Dari permasalahan ini guru dalam menjelaskan nilai yang
terkandung, harus menarik benang merah antara pembohongan publik melalui film
“G30S” versi Orde Baru dengan dampak negatif yang dimbulkannya. Hal ini
dimaksudkan agar siswa memiliki kesadaran akan pentingnya kejujuran, tidak
hanya dalam batas pernyataan tetapi sampai pada tindakan.
Sebagai contoh penyampaian
sejarah yang sengaja disimpangkan menyebabkan masyarakat luas memiiki persepsi
yang salah selama puluhan tahun. Persepsi dan pemahaman yang salah tersebut
antara lain bahwa PKI dan Komunisme adalah Ateis. Persepsi ini terbangun dari
film “G30S” versi Orde Baru melalui adegan penyiksaan para jenderal yang dilakukan
diluar batas perikemanusiaan. Hal ini kemudian menimbulkan kebencian yang luar
biasa dari masyarakat luas terhadap PKI dan Komunisme hingga saat ini (PKI dan
Komunisme bukan jalan yang tepat untuk Indonesia dalam membangun kesejahteraan
sosial, tetapi ketika PKI dan Komunisme dikambing hitamkan sebagai pelaku
tunggal Pristiwa G30S, hal ini tidak dapat dibenarkan). Namun yang lebih
penting dalam hal ini bahwa dampak dari kebencian ini tidak hanya dirasakan
oleh orang yang benar-benar anggota atau simpatisan PKI, tetapi juga dirasakan
oleh banyak orang yang dituduh sebagai PKI, yang harus menerima pengucilan dari
masyarakat dan bahkan hingga kehilangan nyawa dalam pembantaian yang dilakukan
masyarakat dan militer dalam program pembersihan terhadap PKI dan Komunisme. Terkait
dengan pendidikan nilai ini, siswa diharapkan dapat dengan benar-benar memahami
dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam bermasyarakat akan
pentingnya sikap jujur atau kejujuran.
F.
Penutup
Berdasarkan uraian
di atas dapat diambil beberapa pokok simpulan sebagai berikut, Pertama, bahwa guru perlu memperhatikan
pemilihan strategi dan metode
pembelajaran secara tepat untuk materi sejarah kontroverial dengan tujuan siswa
memiliki sikap kritis, berpikir yang sistematis dan logis dalam menyikapi
permasalahan yang muncul. Kedua, guru
hendaknya menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan di luar buku paket,
mengingat buku paket tidak lah cukup dalam membantu siswa dalam membangun
berpikir kritis. Ketiga, guru
hendaknya menggunakan media penunjang untuk mempermudah pemahaman siswa
terhadap materi dan membantu siswa untuk berpikir kritis. Hal ini berkaitan
dengan gaya belajar siswa yang beragam (Visual, Audio, Kinestik), dengan
terwakilinya gaya belajar setiap siswa akan mempermudah siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mengkonstruksi peristiwa tersebut. Keempat, pendidikan nilai perlu untuk
digali dari “Peristiwa 1965” untuk menumbuhkan kepekaan siswa terhadap
kepedulian sosial, rasa kemanusiaan, keadilan, dan dalam bersikap jujur,
sebagai pondasi dasar membangun negara yang sehat. Kepekaan siswa ini dapat
dirangsang atau dibangun dengan mengamati dan mengkritisi film tentang
peristiwa 1965, saksi dan pelaku sejarah 1965, dan tentang film dokumenter penganiayaan
orang PKI (termasuk orang yang dituduh atau didakwa sebagai PKI), dan film
berkaitan dengan pemugaran kuburan masal para korban dari peristiwa 1965.
Daftar
Pustaka
Abdul Majid. 2013. Strategi
Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Aman. 2011. Model Evaluasi
Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Aunurrahman. 2010. Belajar dan
Pembelajaran. Bandung: Afabeta
Hamruni. 2012. Strategi
Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani
Johnson, Elaine B. 2010. CTL
Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar
Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa
Rusman. 2012. Seri Manajemen
Sekolah Bermutu Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
_______. dkk. 2011. Pembelajaran
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi:Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Silberman, Mel. 2009. Active
Learning: 101 Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani
Sutarjo Adisusilo. 2013. Pembelajaran
Nilai Karakter : Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan
Pembelajaran Afektif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
0 komentar :
Posting Komentar