Dikutip dari Kompas
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Kebudayaan dan
Aubungan antar Umat Beragama PBNU, Imam Aziz, menampik teori bahwa telah
terjadi konflik horizontal antara warga Nahdlatul Ulama dengan warga
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menyebabkan terjadinya peristiwa
pembunuhan massal sekitar tahun 1960-an.
Imam mengatakan bahwa saat itu warga NU sama sekali tidak memiliki
rencana untuk melakukan penumpasan terhadap warga PKI, apalagi membunuh
atas perintah Kiai.
Menurut dia, pembunuhan massal terhadap warga PKI terjadi karena
adanya rantai komando dari aparat keamanan kemudian merekrut dengan
paksa orang-orang dari beberapa organisasi keagamaan seperti NU dan
Muhammadiyah.
"Saya dan generasi muda NU pernah melakukan penelusuran terkait
Tragedi 1965. Saya coba melawan teori bahwa pembunuhan massal juga
dilakukan oleh warga NU atas perintah Kiai," ujar Imam saat menghadiri
Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, di Hotel Aryaduta, Jakarta
Pusat, Selasa (19/4/2016).
Lebih lanjut, Imam menceritakan, sekitar tahun 2000, Syarikat
Nasional yang terdiri dari generasi-generasi muda NU melakukan
penelitian di 35 kabupaten di pulau Jawa dan Bali.
Mereka mewawancarai korban eks tahanan politik '65 dan juga kalangan
warga NU. Dari penelusuran tersebut ditemukan fakta-fakta baru yang bisa
digunakan sebagai pijakan untuk mengungkap kebenaran.
Menurut penuturan Imam, ada seorang Kiai yang mengatakan kepada warga
NU agar tidak bangga dengan tragedi 1965. Saat diwawancarai, Kiai itu
mengaku dipaksa ikut menumpas PKI oleh pihak militer.
"Saat itu Kiai yang diwawancarai aktif di gerakan Anshor. Dia disuruh
datang ke kantor militer. Dipaksa memakai seragam serupa militer,
kemudian diberi pilihan, dibunuh atau membunuh PKI," ungkapnya.
Temuan lain berhasil didapatkan oleh Syarikat Nasional saat menemui salah seorang Kiai sebuah pondok Pesantren di Tuban.
Kiai tersebut, kata Imam, melarang para santrinya keluar malam karena
tidak mau ada satu orang santri pun yang terlibat dalam upaya
penumpasan PKI tanpa sebab yang jelas.
"Kiai itu punya prinsip, membunuh satu orang sama dengan membunuh
semua orang. Saat itu dia malah memberikan perlindungan kepada orang
yang akan ditangkap," kata Imam.
Selain menemui warga NU, Syarikat Nasional juga menemui eks tahanan
Pulau Buru. Dari semua eks tapol yang mereka temui, seluruhnya mengaku
bahwa sebelum tahun 1965 tidak pernah terjadi konflik horizontal yang
berarti dengan warga NU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar